KISAH MENARIK PENUH MAKNA : LEGENDA SASANDO DARI NUSA TENGGARA TIMUR – Sasando berasal dari kata sari ( petik ) dan sando ( bergetar ). Pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang laki – laki bernama Sanggu Ana di Pulau Dana bersama anaknya yaitu Nale Sanggu. Pulau kecil dekat pulau Rote Nusa Tenggara Timur. Waktu itu pulau tersebut masauk ke dalam daerah kekeasaan Raja Taka La’a. Sanggu adalah warga Nusa Ti’i di Pulau Rote Barat Daya. Di tempat tinggalnya Sanggu di kenal sebagai nelayan yang ulung dan seorang pemusik yang hebat.
Pada suatu hari ia dan teman – temannya pergi menangkap ikan di laut. Di tengah laut mereka di hadang oleh ombak besar yang menghantam perahu mereka sehingga pecah berkeping – keping. Akhirnya ia dan teman – teman terdampar di sebuah pulau yaitu pulau Dana. Seorang Raja yang berkuasa di sana menahan Sanggu dan kawan – kawannya. Raja Dana memiliki seorang Putri yang sangat cantik.
Setelah beberapa lama Sanggu dan kawan – kawannya di tahan, sang Putri Raja mengetahui jika Sanggu seorang pemusik yang hebat. Dan meminta di buatkan alat musik baru karena Tuan Putri hobi membuat hiburan rakyat saat purnama tiba. Karena sering bertemu, akhirnya sang Putri jatuh cinta kepada Sanggu.
Terakhir sang Putri minta di buatkan lagi alat musik. Sanggu akhirnya menciptakan Sari Sando yang artinya bergetar saat di petik. Talinya terbuat dari serat kulit kayu dan akar – akaran. Setelah lama berhubungan. Sang Raja mengetahui asmara sang Putri dan Sanggu. Raja begitu marah besar dan menghukum mati Sanggu.
Sanggu akhirnya dihukum mati oleh Raja Dana. Beruntung teman – temannya dapat melarikan diri dan melaporkan kejadian tersebut kepada warga Nusa Ti’i. Anak Sanggu yaitu Nale Sanggu sangat marah mendengar bahwa ayahnya telah di bunuh oleh Raja Dana. Nale pun bersiap melakukan aksi balas dendam terhadap Raja Dana. Lalu dia berangkat dengan membawa 35 orang ksatria dari Ti’i. Seisi Pulau Dana tidak mengetahui sebab penyerangan itu dan melakukan persiapan. Alhasil semua penduduk dapat dengan mudah di musnahkan, hanya anak – anak dan alat musik sasando warisan ayahnya yang di selamatkan ke Ti’i.
Sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap ayahnya. Raja Ti’i memodifikasi sasando tersebut menjadi sembilan tali. Pada zaman belanda, abad ke – 18 jumlah tali sasando di tambah menjadi 10. Dan sesudah Indonesia merdeka sasando mengalami perubahan dengan tali nya menjadi 11 sampai sekarang.
Sumber : L Press